Lirik Morgue Vanguard - Membebaskan Hujan Dari Tirani Puisi

beberapa hal perlu ku catat sebelum memori membusuk bersama kota ini

ku ingin mencintaimu dengan tidak sederhana
karena tak ada yang membaca Sapardi di kantin sastra
tak banyak rencana disemat di luar margin baca
terlebih menghitung janji terikat pada ranting kaca
ku ingin mencintaimu dengan tidak sederhana
bagai membebaskan derai pohon tua di jalan cemara
dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora
bagai rindu mbak sipon pada kekasih yang dibawa tentara

di dunia yang bergegas ku ingin senantiasa
hidup lebih lambat dari bebek 70-ku di rentang masa
secarik larik dibuat seolah kau bacakan tabula
perihal "hari yang sempurna" duran-duran di tahura
pada hari awal kita yang tak sempat di penjara aksara
tak ada isyarat yang sempat disampaikan pita kaset kepada
walkman usang yang menjadikannya aus, kusut bersuara
mengirim dunia tersembunyi lewat Axl Rose bersungkawa
waktu mengalir dan lupa bermuara
sehingga di hilir menjadi rumah bagi umbara
menjadi rumah bagi goresan kita di sekujur ganesha
dan malam yang kita habiskan memunguti langit Bandung Utara
terik Jatinangor yang membuat semua tak lagi sama
dan keringat beraroma pada besi di atas Damri tua
menarik garis pada awal semua bermula serupa
batas tipis melawan lupa dan melayat luka

ku ingin mencintaimu dengan tidak sederhana
bagai membebaskan derai pohon tua di jalan cemara
dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora
bagai rindu mbak sipon pada kekasih yang diculik tentara
ku ingin tak berjarak dengan kesunyian semarak
dan mengurai kegelapan dari derai-derai cemara
bahwa hidup tak melulu soal kekalahan yang tertunda
namun pula perihal menjalani yang tak terduga

ku ingin mengingat semua yang pernah hadir
pada hidup yang tak perlu banyak upaya tafsir
membebaskan jelajah dari tirani qanun serupa syair
penjara pantai Banda Neira yang membebaskan syahrir
kuingin merekam banyak hal sebelum ingatan punah
mengingat kau memaklumi semua yang sulit dianggap lumrah
purwarupa bapak muda yang tiap hari berusaha keluar rumah
meski tak pasti ada kerja dan pulang membawa upah
memberi makna pada lusinan purnama
pada satu gang sempit di mana kontrakan kita pertama
pada setermos air panas tetangga yang kita minta
saat tak ada lagi kas untuk menjaga kompor tetap menyala
saat ideologi yang tak lebih sakti di depan kassa
namun beberapa hal terbayar tunai di kala
tarian pertama alyssa, medali pertama nayla
gambar pertama ababil sebelum bertemu layar-layar kaca
kuingin turun bersama hujan di baris puisimu
menjadi peziarah objek di angkasa saat merindu
yang selalu takut kehabisan waktu
menemanimu menyanyi "desember" di konser hingga desember terakhirku
ruang ingatan yang tak dapat tersukat umur
melampaui perjalanan yang kuatrin tak bisa ukur
meski pada waktunya semua akan uzur
ku ingin setiap hariku sore '95 di bangku perpus Dipatiukur

ku ingin mencintaimu dengan tidak sederhana
bagai membebaskan derai pohon tua di jalan cemara
dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora
bagai rindu mbak sipon pada kekasih yang diculik tentara
ku ingin tak berjarak dengan kensunyian semarak
dan mengurai kegelapan dari derai-derai cemara
bahwa hidup tak melulu soal kekalahan yang tertunda
namun pula perihal menjalani yang tak terduga

ku ingin menghidupi semua puisimu di buku harian
yang pernah berbagi peran mengajariku perihal angan
dengan memberi utopia jalan, kasut dan jas hujan
sehingga ia punya kesempatan
untuk tak hanya berakhir menjadi sekedar gagasan

mencintaimu adalah menghidupi sajak yang tak pernah tertulis